Hawa nafsu itu telah sedemikian rupa menulikan telinganya, membutakan matanya, membodohkan akal pikirannya, dan memorak-porandakan nuraninya.
Jika seseorang bertanya kepadaku tentang sebuah hidup, aku akan menjawab dengan sebuah perumpamaan yang aku ketahui sebatas kemampuanku, ini sama sepertihalnya dengan orang belajar, aku belajar, maka aku akan mengerti. "Yang saat ini adalah untuk yang nanti."
Lalu jika engkau bertanya tentang hidup setelah mati, aku hanya akan menjabanya dengan "Aku percaya akan hal itu." tidak akan ada kata yang lain selain itu. Apakah aku masih terlihat bodoh?, mungkin juga demikian. Tetapi mungkin inilah cara yang terbaik, daripada aku harus mengatakan banyak hal namun sebenarnya aku tidak mengetahui akan hal itu.
Mengapa demikian? Mengapa aku harus mempercayainya? Mengapa aku masih menganggap Dia itu ada? Sederhana kawan, ini sama sepertihanya kita percaya akan janji seseorang. Namun bagiku, janji ini istimewa, karena bukanlah manusia yang megutarakannya. Lalu siapa? Ah, aku yakin engkau sudah tahu jawabannya, dan aku juga yakin engkau tidak akan mempercayainya. Jadi, aku tidak akan mau bersusah payah menjawabnya.
Engkau mengatakan jika orang-orang sepertimu adalah orang-orang yang mau berpikir secara Empiris, tetapi tahukah engkau jika orang-orang sepertiku juga berpikir secara empiris, tak hanya empiris, namun juga nuranis.. :-D sekali lagi, inilah yang membedakan antara aku dan kamu.
Aku tidak akan pernah menjawab secara rinci setiap pertanyaan darimu, karena ini membutuhkan pola berpikir nuranis yang tidak engkau miliki, kawanku. Bukankah semua akan sama saja? Bukankah semua akan sia-sia belaka? Aku hanya akan menjawabnya dengan secuil pernyataan.
Jika aku boleh berpendapat, hidup ini seperti sebuah perlombaan. Aku dan kamu juga sedang berlomba, siapa yang menang dan siapa yang kalah memang belum terlihat. Nanti, kita tunggu saja waktunya. Aku menaruh kepercayaan yang besar bahwa Tuhan itu ada. Engkau menaruh kepercayaan yang besar pula bahwa Tuhan itu tidak ada.
Jika dalam perlombaan nanti aku yang menang, tentu aku akan senang sekali karena aku akan mendapatkan hal-hal yang Ia janjikan selama ini. Dan jika aku kalah, tak masalah, aku hanya akan rugi sekitar 60 tahun mempercayai jika Tuhan itu ada, kehilangan waktu untuk bersenang-senang karena harus sholat, berpuasa, mengeluarkan banyak uang untuk berzakat, berinfaq, bersodaqoh, dan lain-lain.
Namun jika dalam pelombaan nanti engkau yang menang, kau hanya akan beruntung dengan 60 tahun hidup tanpa bersusah payah percaya akan Tuhan, tidak perlu sholat, berpuasa, tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk ini dan itu yang menurutmu hanya sia-sia belaka. Namun jika engkau kalah, tentu engkau akan sangat merugi lebih dari 60 tahun, lebih, lebih dari itu.
Mari kita mulai dari sekarang, aku sudah siap dengan taruhanku dan kita akan berada dalam koridor masing-masing. Jangan takut kawan, bukankah ini hanya 60 tahun? Atau jika engkau mulai ragu dengan pilihanmu, engkau boleh mengatakannya suatu saat.. :)
Jika pintu taubat sudah tertutup, maka rayuanmu adalah sia-sia.
Itulah kata seseorang di dunia maya beberapa waktu yang lalu.. Apakah engkau sengaja mematikan hatimu?
No comments:
Post a Comment